Jumat, 03 Desember 2010

LEMBAGA PENDIDIKAN ANAK-ANAK TULI BISU (DOOFSTOMMEN INSTITUUT) BANDUNG

Lembaga Pendidikan Tuli Bisu pertama kali di Indonesia didirikan pada tanggal 3 Januari 1930 di kota Bandung. Pendirian lembaga ini berasal dari inisiatif seorang wanita, yaitu Nyonya C.M. Roelfsema Wesselink, istri dari dokter THT yaitu H.L. Roelfsema. Jauh sebelum lembaga pendidikan tuli bisu didirikan, nyonya Roelfsema selalu mengajar pasien-pasien suaminya yang mengalami masalah pendengaran dan gangguan bicara. Akhirnya, bersama dengan ke enam belas teman-temannya, nyonya dan tuan Roelfsema berhasil mendirikan lembaga pendidikan anak tuli di tempat kediamannya di Bandung dan sebagai penghargaan kepada para pendiri, nama-nama mereka dipahat di batu pualam bertinta emas.

Para Pendiri Lembaga Pendidikan Anak Tuli Bisu
(Stichters van het Doofstmmen Instituut)
1. Mevr. C. M. Roelfsena – Wesselink, Bandung
2. Tan Kong Ping – Kudus
3. M.M Ament - Bandung
4. J.E. van Polanen Petel – Bandung
5. Mej. A. v. Oosterom – Den Hag
6. R.A. Kerkhoven – Onderneming Malabar – Bandung
7. T.K Tan – Bandung
8. Directie Toko de Zon - Wwltevreden
9. De Javasche Bank – Batavia
10. L. van Bogerijen – Bandung
11. Koninklijke Paketvaart Maatschappij – Weltevreden
12. H.L Roelfsema – Bandung
13. Z.H. Pakoe Boewono X
14. Soesoehoenan van Soerakarta
15. Mevr. L.vd. Bos – Brakel – Bandung
16. De Bataafsche Petroleum Maatschappij Soerabaia
17. N.I.L.L.M.I.J – Batavia
18. Fr. J.A. van Es - Bandung


Di rumah kediaman dokter Roelfsema dibangun asrama yang dihuni pertama kali oleh enam orang murid. Ibu asrama ketika itu adalah nona Jongbloed. Sebelum datang guru ahli, nyonya Roelfsema yang selalu memberikan pelajaran kepada anak-anak tersebut. Semakain lama semakin banyak murid-murid yang berminat belajar di tempat itu sampai akhirnya di datangkan guru ahli dari Nederland, yaitu tuan D.W.Bluemink yang kemudian diangkat menjadi direktur dan nona E. Goudberg sebagai asistennya. Berkat kebaikan tuan K.A.R. Bosscha, seorang donatur , maka gedung sekolah dan asrama dapat di bangun di atas sebidang tanah di daerah Tjitjendo, Bandung. Pada tanggal 18 Desember 1933, sekolah dan asrama diresmikan. Jumlah murid pada saat itu 26 orang.

Sampai tahun 1942, ketika Jepang mulai menduduki negara Indonesia, gedung sekolah dan asrama ditempati oleh tentara-tentara Jepang sehingga muridi-murid sekolah diungsikan ke rumah direktur lembaga, tuan Bluemink. Anak-anak di asuh oleh nona Kedde. Setelah peperangan berakhir, gedung sekolah dan asrama dipergunakan untuk klinik bersalin. Walaupun demikian, murid-murid tuna rungu masih dapat menggunakan ruangan kosong untuk belajar. Pada tanggal 1 Juni 1949, gedung sekolah dan asrama dikembalikan kepada direktur lembaga dan pengajaran pun berlangsung kembali. Sekolah semakin berkembang dan jumlah murid dari luar kota banyak yang berdatangan. Setelah Indonesia merdeka, Lembaga pendidikan anak-anak tuli bisu dibawah kementrian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan.

Tahun 1951, tuan Bluemink kembali keNederland bersama nona Kedde yang akhirnya menjadi istrinya. Sepeninggal tuan Bluemink, direktur lembaga dipimpin oleh tuan Van Doorn yang kemudian menyusul kembali ke Nederland dan kepemimpinan akhirnya berganti kepada tuan J.A.Van deer Beek. Di bawah naungan kementrian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, sekolah ini semakin berkembang. Jumlah murid yang diterima semakin banyak. Murid yang masuk berumur antara 5 sampai 6 tahun yang memiliki cacat tetap pendengaran atau lemah pendengaran sehingga tidak dapat berkomunikasi dengan bantuan pendengarannya.

Tahun 1952, jumlah guru yang dimiliki sebanyak 14 orang dan terdiri dari guru dari Nederland maupun Indonesia. Mereka mengajar menggunakan metode oral atau membaca gerak bibir. Murid-murid diberi pelajaran membaca, menulis, menggambar, berhitung, ilmu pengetahuan alam, ilmu bumi, sejarah, olah raha, kerajinan tangan. Semakin besar, palajaran ketrampilan yang bersifat kejuruan mulai diberikan kepada murid-murid, seperti : membuat kue, menjahit, montir, dll.

Semakin berkembangnya sekolah anak-anak tuli ini, semakin banyak pula murid-murid berdatangan dari luar kota Bandung. Hanya murid-murid dari luar kota yang diijinkan mentap di asrama. Karena berkurangnya donatur yang membiayai operasional sekolah dan asrama, maka oranirikan seperti orang tua dari siswa dikenakan biaya, walaupun tidak terlalu tinggi.

Lembaga pendidikan anak-anak tuli di Tjitjendo Bandung ini menjadi cikal bakal dari berdirinya sekolah kaum tuna rungu di Indonesia. Banyak daerah lain juga terpanggil mendirikan sekolah seperti ini. Wonosobo, Jakarta, Yogya, Solo, Medan, dll juga mendirikan sekolah untuk kaum tuna rungu sehingga anak-anak tuli yang tidak mengerti dan tidak bisa bicara, dapat memiliki ketrampilan dan bisa hidup mandiri. Dari sekolah ini lah Siregar di besar kan.

Dari sekolah ini lah, awal kepemimpinan dan perjuangan dilakukan Siregar sehingga kaum tuna rungu dapat diterima di masyarakat luas bersosialisasi bersama-sama.

Gerkatin (Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia)

Berdirinya organisasi kaum tuna rungu dilatarbelakangi dari pemikiran seorang anak laki-laki yang bernama Aek Natas Siregar yang biasa dipanggil Siregar. Pada tahun 1952, ia masuk sekolah Doofstommen Institut di kota Bandung yang beberapa tahun kemudian namanya berubah menjadi SLB bagian B. Tahun 1959, Siregar lulus sekolah dan bermaksud melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, namun tidak ada sekolah yang mau menerima karena Siregar tidak mendengar (tuli).
Keinginan untuk melanjutkan sekolah tetap membara sampai suatu hari ia membaca koran Pikiran Rakyat yang memberitahukan bahwa kaun tuna rungu dapat sekolah sampai ke perguruan tinggi. Sekolah tersebut jauh dari negara Indonesia, tepatnya di Washington (Amerika). Walaupun jauh, Siregar tetap berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menyadari betul bahwa pendidikan sangat penting untuk dirinya dan teman-temannya bila ingin merubah masa depan. Sayang sekali, tidak ada dukungan dana dari orang tua, namun usaha Siregar untuk maju tidak pernah padam. Ia tetap mencari informasi kemana-mana agar dapat melanjutkan sekolah. Dengan tekad membara, ia berkeinginan pergi ke ibukota mencari informasi.
Setelah mendapatkan ijin dari Kepala Sekolah SLB/B – Cicendo, yaitu Bapak Mufti Salim dan berhasil mengumpulkan dana untuk ongkos pulang pergi ke Jakarta, berangkatlah Siregar ke kota Jakarta. Siregar bertemu dengan Sekjen Departemen Pendidikan Pengajaran & Kebudayaan yang dijabat oleh Bapak Supardo dan menyampaikan maksudnya mencari dukungan agar dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Beliau tidak setuju bila Siregar pergi ke Washington. Bapak Supardo menyarankan untuk mencari beasiswa ke Moskow saja. Terjadilah perselisihan kecil diantara mereka, sampai akhirnya Bapak Supardo menolak keingian ia untuk belajar ke Washington.
Tidak putusa asa dengan penolakan tersebut, Siregar didampingi temannya, Mumuk Wiraadmaja berangkat menemui Bapak Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dijabat oleh Bapak Presiden Soekarno. Tanggal 1 Februari 1961, mereka diterima oleh Bapak Presiden di ruang tamu Istana Negara RI. Mereka menyampaikan maksud kedatangannya dan Bapak Soekarno melalui tulisan tangannya pada secarik kertas menyampaikan bahwa Beliau memberikan dukungan dan perhatian untuk kaum tuna rungu agar dapat maju.
Meski gagal melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena pada saat itu belum ada sekolah khusus untuk untuk kaum tidak mendengar di Indonesia, Siregar berfikir keras agar dimasa depan, kaum tuna rungu bisa bernasip lebih baik dari dirinya. Ia bersama teman-teman bermaksud mendirikan organisasi untuk menghimpun orang-orang yang senasip dengannya. Dengan bersatu, Siregar yakin bahwa akan banyak hal yang dapat dilakukan.
Organisasi kaum Tuna Rungu pertama kali dibentuk pada tanggal 11 Januari 1961 di Bandung dengan nama Serikat Kaum Tuli Indonesia dan disingkat dengan nama Sekatubi. Pada saat pembentukan awal, organisasi ini berjumlah 42 orang. Anggotanya terdiri dari teman-teman tuna rungu. Sekatubi memiliki kepengurusan dengan ketua A.N. Siregar dan dibantu oleh penulis Mumuh Wiraadmaja, bendahara JWAA Menich (Cobus), dibantu oleh Inke Pietersz dan Tan Oi Li.
Masih di tahun yang sama, yatu tanggal 20 – 23 Mei 1961 diadakan konfrensi di Semarang yang dihadiri oleh 32 orang. Saat itu keputusan hasil konfrensi adalah terbentuknya organisasi kaum tuna rungu di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk daerah Jawa Barat berkeddukan di Bandung dan secara otomatis nama Sekatubi berubah menjadi Angkatan Muda Kaum Tuli Republik Indonesia disingkat AMKTRI. Hasil rapat anggota tanggal 14 Juni 1961 No. Kep. 079/PPD/1961 terpilihlah Siregar menjadi Ketua Organisasi dibantu oleh Wakil Ketua Achmad Djayadireja, Penulis Amat Suramin Kartoatmojo, Bendahara I Mumuh Wraadmaja, Bendahara II Ibrahim Ranadipra, Pembantu JWAA Menich (Cobus).
Sedangkan AMKTRI untuk daerah Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta atau Purworejo memiliki Ketua Thomas Dirdjowinoto, Wakil Ketua Oei Cing Swan, Penulis A. Soedarmanto, Bendahara I Nyoo Kim Swan/Paul, Bendahara II Hermawan Purwito, Pembantu Soehartono Prawirodirdjo.
Kemudian nama organisasi AMKTRI ini pun berubah setelah diadakan rapat organisasi tanggal 14 – 16 Maret 1965 menjadi GKTI (Gerakan Kaum Tuli Indonesia). Isi dari rapat ini membicarakan perkembangan organisasi daerah menjadi organisasi pusat. Kepengurusan GKTI adalah sebagai berikut. Ketua Irmin Tjokrohadisuryo dan Wakil Ketua Siregar.
Pada tanggal 22 Mei 1966 atas ijin dari pemerintah pusat dan sesuai dengan Surat No. 11/PenPres5/Dit.Intel/1966 yang isi suratnya mengijinkan berlangsungnya konfrensi kaum tuli di Jakarta menghasilkan terbentuknya Gerakan Tuna Rungu di Indonesia (Gerkatin). Konfrensi ini dihadiri oleh seluruh kaum tuli dari kota Semarang, Solo, Bogor, Bandung dan Tangerang sebanyak 99 peserta yang semuanya kaum tuna rungu. Selain itu, dihadiri pula dua orang Wartawan dan satu orang dari Mabak.


Konfrensi berjalan tertib dan aman dan menghasilkan susunan kepengurusan berikut :
1. Ketua Umum : Irmin Tjokrohadisuryo
2. Ketua I : A.N.Siregar
3. Ketua II : Adrian Pietersz
4. Sekretaris Umum : A.N.Siregar
5. Sekretaris I : Oei Tjing Swan
6. Sekretaris II : Lily Notokusumo
7. Bendahara Umum : Thomas Dantyo Dirdjowinoto
8. Bendahara I : Pryo Nugroho
9. Bendahara II : Wianti Amiarsa
10. Pembantu Umum : Tibib Wibisono
11. Pembantu I : Ria Amiarsa
12. Pembantu II : Koen Dibyo P
13. Pembantu III : Tjipto Rahayu

Setelah melalui Kongres Nasional Gerkatin di Jakarta tanggal 21-23 Februari 1981, nama Gerkatin disempurnakan menjadi Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia/Gerkatin.