Jumat, 03 Desember 2010

Gerkatin (Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia)

Berdirinya organisasi kaum tuna rungu dilatarbelakangi dari pemikiran seorang anak laki-laki yang bernama Aek Natas Siregar yang biasa dipanggil Siregar. Pada tahun 1952, ia masuk sekolah Doofstommen Institut di kota Bandung yang beberapa tahun kemudian namanya berubah menjadi SLB bagian B. Tahun 1959, Siregar lulus sekolah dan bermaksud melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, namun tidak ada sekolah yang mau menerima karena Siregar tidak mendengar (tuli).
Keinginan untuk melanjutkan sekolah tetap membara sampai suatu hari ia membaca koran Pikiran Rakyat yang memberitahukan bahwa kaun tuna rungu dapat sekolah sampai ke perguruan tinggi. Sekolah tersebut jauh dari negara Indonesia, tepatnya di Washington (Amerika). Walaupun jauh, Siregar tetap berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menyadari betul bahwa pendidikan sangat penting untuk dirinya dan teman-temannya bila ingin merubah masa depan. Sayang sekali, tidak ada dukungan dana dari orang tua, namun usaha Siregar untuk maju tidak pernah padam. Ia tetap mencari informasi kemana-mana agar dapat melanjutkan sekolah. Dengan tekad membara, ia berkeinginan pergi ke ibukota mencari informasi.
Setelah mendapatkan ijin dari Kepala Sekolah SLB/B – Cicendo, yaitu Bapak Mufti Salim dan berhasil mengumpulkan dana untuk ongkos pulang pergi ke Jakarta, berangkatlah Siregar ke kota Jakarta. Siregar bertemu dengan Sekjen Departemen Pendidikan Pengajaran & Kebudayaan yang dijabat oleh Bapak Supardo dan menyampaikan maksudnya mencari dukungan agar dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Beliau tidak setuju bila Siregar pergi ke Washington. Bapak Supardo menyarankan untuk mencari beasiswa ke Moskow saja. Terjadilah perselisihan kecil diantara mereka, sampai akhirnya Bapak Supardo menolak keingian ia untuk belajar ke Washington.
Tidak putusa asa dengan penolakan tersebut, Siregar didampingi temannya, Mumuk Wiraadmaja berangkat menemui Bapak Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dijabat oleh Bapak Presiden Soekarno. Tanggal 1 Februari 1961, mereka diterima oleh Bapak Presiden di ruang tamu Istana Negara RI. Mereka menyampaikan maksud kedatangannya dan Bapak Soekarno melalui tulisan tangannya pada secarik kertas menyampaikan bahwa Beliau memberikan dukungan dan perhatian untuk kaum tuna rungu agar dapat maju.
Meski gagal melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena pada saat itu belum ada sekolah khusus untuk untuk kaum tidak mendengar di Indonesia, Siregar berfikir keras agar dimasa depan, kaum tuna rungu bisa bernasip lebih baik dari dirinya. Ia bersama teman-teman bermaksud mendirikan organisasi untuk menghimpun orang-orang yang senasip dengannya. Dengan bersatu, Siregar yakin bahwa akan banyak hal yang dapat dilakukan.
Organisasi kaum Tuna Rungu pertama kali dibentuk pada tanggal 11 Januari 1961 di Bandung dengan nama Serikat Kaum Tuli Indonesia dan disingkat dengan nama Sekatubi. Pada saat pembentukan awal, organisasi ini berjumlah 42 orang. Anggotanya terdiri dari teman-teman tuna rungu. Sekatubi memiliki kepengurusan dengan ketua A.N. Siregar dan dibantu oleh penulis Mumuh Wiraadmaja, bendahara JWAA Menich (Cobus), dibantu oleh Inke Pietersz dan Tan Oi Li.
Masih di tahun yang sama, yatu tanggal 20 – 23 Mei 1961 diadakan konfrensi di Semarang yang dihadiri oleh 32 orang. Saat itu keputusan hasil konfrensi adalah terbentuknya organisasi kaum tuna rungu di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk daerah Jawa Barat berkeddukan di Bandung dan secara otomatis nama Sekatubi berubah menjadi Angkatan Muda Kaum Tuli Republik Indonesia disingkat AMKTRI. Hasil rapat anggota tanggal 14 Juni 1961 No. Kep. 079/PPD/1961 terpilihlah Siregar menjadi Ketua Organisasi dibantu oleh Wakil Ketua Achmad Djayadireja, Penulis Amat Suramin Kartoatmojo, Bendahara I Mumuh Wraadmaja, Bendahara II Ibrahim Ranadipra, Pembantu JWAA Menich (Cobus).
Sedangkan AMKTRI untuk daerah Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta atau Purworejo memiliki Ketua Thomas Dirdjowinoto, Wakil Ketua Oei Cing Swan, Penulis A. Soedarmanto, Bendahara I Nyoo Kim Swan/Paul, Bendahara II Hermawan Purwito, Pembantu Soehartono Prawirodirdjo.
Kemudian nama organisasi AMKTRI ini pun berubah setelah diadakan rapat organisasi tanggal 14 – 16 Maret 1965 menjadi GKTI (Gerakan Kaum Tuli Indonesia). Isi dari rapat ini membicarakan perkembangan organisasi daerah menjadi organisasi pusat. Kepengurusan GKTI adalah sebagai berikut. Ketua Irmin Tjokrohadisuryo dan Wakil Ketua Siregar.
Pada tanggal 22 Mei 1966 atas ijin dari pemerintah pusat dan sesuai dengan Surat No. 11/PenPres5/Dit.Intel/1966 yang isi suratnya mengijinkan berlangsungnya konfrensi kaum tuli di Jakarta menghasilkan terbentuknya Gerakan Tuna Rungu di Indonesia (Gerkatin). Konfrensi ini dihadiri oleh seluruh kaum tuli dari kota Semarang, Solo, Bogor, Bandung dan Tangerang sebanyak 99 peserta yang semuanya kaum tuna rungu. Selain itu, dihadiri pula dua orang Wartawan dan satu orang dari Mabak.


Konfrensi berjalan tertib dan aman dan menghasilkan susunan kepengurusan berikut :
1. Ketua Umum : Irmin Tjokrohadisuryo
2. Ketua I : A.N.Siregar
3. Ketua II : Adrian Pietersz
4. Sekretaris Umum : A.N.Siregar
5. Sekretaris I : Oei Tjing Swan
6. Sekretaris II : Lily Notokusumo
7. Bendahara Umum : Thomas Dantyo Dirdjowinoto
8. Bendahara I : Pryo Nugroho
9. Bendahara II : Wianti Amiarsa
10. Pembantu Umum : Tibib Wibisono
11. Pembantu I : Ria Amiarsa
12. Pembantu II : Koen Dibyo P
13. Pembantu III : Tjipto Rahayu

Setelah melalui Kongres Nasional Gerkatin di Jakarta tanggal 21-23 Februari 1981, nama Gerkatin disempurnakan menjadi Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia/Gerkatin.

1 komentar:

  1. salam, dari mana sumber cerita ini? apakah ada buku yang bisa dibaca cerita lebih panjang? salam dari makassar

    BalasHapus